Senin, 10 Maret 2025. Rektor Uncen telah menandatangani Momerandum of Understanding dengan Tsukuba University-Jepang pada tahun 2024 lalu. Dari kerjasama ini Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Uncen menerima seorang mahasiswa dari Jepang yang akan menjalani perkuliahan selama 2 semester.
Reiri Takaba mahasiswi semester 6 asal Fakultas Ilmu Sosial dan Internasional Universitas Tsukuba Jepang, selama 2 semester akan menjalani program perkuliahan di FISIP Uncen.
Dekan FISIP UNCEN, Dr. Marlina Flassy, S.Sos., M.Hum., Ph.D. ketika ditemui Humas Uncen di ruang kerjanya, menjelaskan bahwa kerjasama dengan Tsukuba University tidak hanya dengan FISIP, tetapi juga mencakup fakultas lain di UNCEN.
Lebih lanjut dekan menjelaskan , Reiri adalah mahasiswa yang minat studinya pada bidang Hubungan Internasioanal di Tsukuba, sehingga selama di Uncen Reiri akan menjadi mahasiswa FISIP yang akan mengambil lima mata kuliah lintas disiplin, seperti antropologi dan pemerintahan lokal. Meski berasal dari program pertukaran, ia tidak diistimewakan ia tetap mengikuti seluruh proses akademik, termasuk ujian, tugas, hingga penilaian akhir,” ujar dekan.
Seluruh nilai Reiri telah diproses melalui sistem dan tercatat di SIAKAD Ucen. Di akhir program, ia akan menerima sertifikat resmi beserta transkrip nilai. “Kehadiran Reiri sangat baik bagi kami dalam memenuhi Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi, sekaligus memperluas jejaring internasional UNCEN melalui pertukaran budaya dan kolaborasi akademik”, tambahnya. Harapannya, program ini dapat membuka peluang bagi mahasiswa dan dosen UNCEN untuk magang atau belajar di Jepang.
Program pertukaran ini diharapkan tidak hanya memperkaya wawasan akademik Reiri, tetapi juga membuka mata dunia internasional terhadap potensi UNCEN dan Papua. “Kami berkomitmen memperkuat kerjasama ini agar semakin banyak mahasiswa asing yang datang, sekaligus membawa mahasiswa dan dosen UNCEN ke panggung global,” tegas Marlina Flassy.
Reiri yang ditemui di gedung Dekanat Fisip memberikan penjelasan bahwa dirinya bukan pertama kali datang di Papua. Berada di Uncen memang baru sejak Januari 2025 ini, namun tahun lalu ia pernah meneliti sistem produksi cokelat dan pemerintahan adat di Kampung Berab, Genyem. Kini, ia kembali untuk mendalami budaya Papua secara lebih intensif selama satu tahun. “Saya ingin menulis skripsi tentang dinamika budaya dan pemerintahan adat Papua. Di Jepang, banyak orang tidak memahami kompleksitas isu di sini. Saya ingin menjadi jembatan informasi,” tuturnya.
Ia mengakui tantangan terbesarnya adalah bahasa Indonesia. “Mengikuti perkuliahan dan percakapan sehari-hari masih sulit, tetapi teman-teman dan dosen sangat membantu,” ujar Reiri. Meski demikian, ia bertekad memberikan yang terbaik. “Belajar di lingkungan yang berbeda dengan negara asal adalah pengalaman berharga untuk karir saya di masa depan, terutama jika ingin bekerja di luar negeri.”
Pada wawancara saat itu, Reiri juga menceritakan keterkejutannya dengan kontras antara narasi umum tentang Papua dan realitas yang ia temui. “Papua sering digambarkan sebagai daerah tertinggal dengan masalah kemiskinan, tetapi alamnya sangat kaya dan masyarakatnya ramah. Saya ingin memahami akar masalah sosial dan politik dari perspektif lokal,” ungkapnya. Ia juga tertarik mengeksplorasi keunikan Papua dalam konteks Indonesia, termasuk pandangan masyarakat tentang isu-isu politik.
Bagi Reiri, pengalaman ini adalah langkah awal untuk mewujudkan mimpinya menjadi praktisi yang ahli di bidang hubungan internasional yang fokus pada resolusi konflik dan pembangunan berkelanjutan. “Papua mengajarkan saya bahwa angka statistik tidak selalu merefleksikan keseluruhan cerita. Saya ingin membawa perspektif ini ke tingkat global,” pungkasnya.
Kedatangan Reiri Takaba menjadi bukti nyata dampak positif kolaborasi internasional dalam pendidikan tinggi. Melalui pertukaran budaya dan akademik, UNCEN tidak hanya meningkatkan reputasinya, tetapi juga turut memperkaya dialog global tentang keberagaman dan pembangunan inklusif. ***
(PW/YT)